Saksi Bisu

Kenangan tentang dirimu kembali menyeruak, membawaku pada nostalgia masa lalu yang indah. Engkau. Lelaki yang pernah mengisi hari-hariku dengan warna. Di antara serpihan waktu, bisik janjimu abadi, menjadi air mata yang tak pernah kering di pipiku. Kau bilang kau akan kembali. Saat itu, hatiku percaya sepenuhnya. Namun, janji itu perlahan memudar, tergerus oleh sepi yang membentang. Jarak dan kesibukan kita masing-masing membuat kita semakin jauh.

Hari ini kita bertemu lagi secara tak sengaja. Di kafe itu, di bawah guyuran hujan yang sama seperti sekarang. Detak jantungku berpacu kencang saat kau menatap mataku. Tatapan itu. Tatapan yang dulu selalu membuatku merasa aman. Senyumanmu pun masih sehangat dulu. Kau masih serupa, tapi entah kenapa terasa lebih dewasa. Kata yang terjalin ketika merajut kisah silam. Terucap pula angan yang kita semai berdua. Segalanya nyata dalam hangatnya bicara, hingga terlupa waktu tak lagi sama.

Di altar netramu, kulihat rembulan sendu bersembunyi. Memancarkan sebersit duka yang menusuk kalbu. "Jiwaku masih terikat padamu," bisikmu lirih bagai desah angin malam.

Dan jujur kukatakan, di relung hatiku namamu terukir kelam. Namun, tangan takdir terulur dingin, merenggut asa yang bersemi. Menghadirkan jurang pemisah yang menganga kekal. Kita terperangkap dalam kenyataan yang getir dan membeku. Tak mampu lagi menyatukan jejak yang dulu beriringan. Bersama, kini hanyalah mimpi yang takkan pernah terwujud.

Aku tahu ini berat. Mungkin, cinta kita hanya sebatas kenangan yang indah. Kenangan yang harus kusimpan di dalam kalbu. 

Hujan, saksi bisu kisah cinta kita yang tak sempurna.

Comments

Popular posts from this blog

Forever and Ever

Shine Bright

Long Lonely Nights